TASIKMALAYA|Pelita Online| Sejumlah petani di Kel. Indihiang, Kel. Panyingkiran dan Kel. Parakannyasag, Kecamatan Indihiang. Bahkan, Kel. Nagarasari, Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya berharap supaya anggota DPRD dan Pemerintah Kota Tasikmalaya turun kelapangan melihat kondisi ambruknya saluran irigasi di blok Gunung Eurih Leuwidahu.
Hasil penelusuran Pelita Online, Minggu 26 Juli 2020 sekitar pukul 8 pagi, tidak kurang dari 20 meter dinding saluran air yang dapat mengairi ribuan haktare lahan persawahan diempat Kelurahan tersebut petani nya menjerit kekurangan air, lantaran debit air yang terus berkurang akibat sisa material dinding saluran yang ambruk menjadi ongokan batu penghalang aliran air dari hulu ke hilir.
Tak heran, kalau dalam beberapa tahun terakhir ini air yang bersumber dari irigasi Sukamandi, Kecamatan Indihiang tersebut menjadi rebutan. Baik petani holtikultura, ternak mapun perikanan.
Terlebih disaat kurangnya curah hujan seperti sekarang ini, tak sedikit para petani mencari air dengan cara penggal-memenggal saluran irigasi primer dan sekunder. Yang tentunya, kalau tidak segera diatasi tidak menutup kemungkinan akan terjadi komplik antar petani.
Dan benih-benih komplik rebutan air ini sudah mulai terjadi. Hal ini diketahui dengan munculnya egois dari masing-masing petani yang dengan seenaknya sendiri mengatur kebutuhan air untuk mengairi lahan persawahan miliknya sendiri tanpa menghiraukan lagi lahan persawahan dan kolam milik orang lain.
“Saya menyayangkan debit air sebanyak itu sampai sekarang belum optimal termanfaatkan. Banyak yang terbuang daripada yang dimanfaatkan untuk mengairi sawah dan kolam” kata Kusoy (56) yang saat itu tengah berusaha mencari air untuk dialirkan guna kebutuhan bebek petelurnya yang dia lepaskan pada lahan persawahan yang tak kurang sejauh 1 kilometer dari lokasi ambruknya saluran irigasi.
Hal yang sama juga dialami Abah Koko (59), dirinya terpaksa harus blusukan menelusuri saluran irigasi yang dia awali dari lahan kolam nya yang telah mengering.
Menurutnya, ternyata berkurangnya debit air hingga tidak sampai sama sekali ke kolam ikan nya tersebut ini biang keroknya, ujar Abah Koko sembari menunjuk tumpukan batu sisa-sisa dari amruknya dinding saluran.
“Pantas saja kalau air tidak sampai ke kolam, karena debit air lebih banyak tumpah ke saluran yang mengarah ke daerah Salam Nunggal dan sekitarnya”, tambah Abah Koko.
Sementara dari penelusuran Pelita Online yang tak kurang 2 kilometer melakukan perjalanan dengan berjalan kaki menyusuri saluran irigasi primer dan sekunder.
Dari hasil menyusuri irigasi perimer dan sekuder, banyak sekali ditemukan penggalan-penggalan batu dikedua saluran irigasi tersebut yang dilakukan oleh para petani dengan tujuan supaya airnya mengalir ke irigasi tersier dan kuarter.
Selain itu, terdapat banyak perusahaan-perusahaan besar yang memanfaatkan air yang seharusnya notabene untuk para petani. Seperti halnya salah satu rumah makan ternama dikawasan Leuwidahu yang beromset ratusan juta rupiah sehari pun memamfaatkan air yang bersumber dari saluran irigasi tersebut.
Disamping itu, beberapa faktor yang menjadi penyebab berkuranganya debit air. Diantaranya, sedimen dan tumpukan sampah. (ToM)