BANDUNG, |Pelita Online| – Perppu Nomor 1/2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 tanggal 31 Maret 2020, adalah alat untuk mengamputasi keterlibatan parlemen dalam hal penganggaran.
“Dengan adanya perppu itu, maka keterlibatan parlemen, mulai dari DPR RI, DPRD provinsi hingga DPRD kota dan kabupaten, dalam urusan penganggaran sudah diamputasi, dianggap sudah tidak ada hak sama sekali,” kata Asep Wahyu Wijaya, Jumat (1/5/2020).
Ketua Fraksi Demokrat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Barat (Jabar) menerangkan akibat telah diamputasinya hak anggaran parlemen, berarti dalam hal penanganan wabah Covid-19, protokol penanganan anggaran menjadi eksekutif-sentris.
“Desain dan skenario kebijakan dalam hal penanganan wabah termasuk dari mana sumber penganggarannya bertumpu pada kepiawaian Presiden dan kepala daerah saja,” jelasnya.
Sewaktu-waktu, kata Asep memang masih ada komunikasi antara pihak eksekutif dengan legislatif terkait rencana penanganan wabah ini.
“Hanya secara legal saran dan pertimbangan dari legislatif bisa saja menjadi macan ompong (non-executable) sifatnya,” ujarnya.
Hingga hari ini, Perppu itu telah digugat oleh tiga pemohon ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketiganya adalah Perkumpulan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan kawan-kawan, Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) Amien Rais dan kawan-kawan, serta aktivis Damai Hari Lubis.
MK juga sudah menggelar sidang pengujian Perppu 1/2020 tentang kebijakan keuangan negara dan stabilitas keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19.
Dalam persidangan Selasa 28 April 2020, hakim memberi masukan pada pemohon untuk membuat perbandingan tentang langkah-langkah yang ditempuh sejumlah negara dalam menghadapi wabah corona.
Hal ini dinilai Hakim MK, penting lantaran pemohon menggugat aturan yang berkaitan dengan penanganan Covid-19. (uci)