Bandung Barat, PelitaOnline-Asisten 1 Bidang Tata Pemerintahan Kabupaten Bandung Barat (KBB) Aseng Djunaedi kesal dengan pihak manajemen Rumah Sakit Cahya Kawaluyaan (RSCK) di Kotabaru Parahyangan-Padalarang yang mengabaikan pelayanannya. Sepekan lalu, istri Aseng bernama Ayi Ratna Kristiani (35) melahirkan bayi buah cinta mereka di RSCK. Selama mendapat perawatan di rumah sakit tersebut, Ayi mengaku mendapat pelayanan yang kurang menyenangkan. Mulai sikap perawat yang kurang ramah, lalu harus menunggu lama di ruang Intalansi Gawat Darurat (IGD) hingga bayinya sempat tertukar dengan bayi orang lain.
Seperti diceritakan pada wartawan, pada Kamis (7/3/209) sore Ayi masuk RSCK setelah mengalami kontraksi. Ia masuk rumah sakit dengan menggunakan layanan BPJS kesehatan. “Saya masuk IGD sekitar jam tigaan (15.00 wib). Tapi masuk ruang rawat inap pas magrib. Dan melahirkan Jum’at (8/3/2019) jam 09.40. Bayinya laki-laki,” terangnya.
Sehabis melahirkan Ayi tidak langsung bisa memangku bayinya. Bayi itu disimpan di ruang berbeda. Baru pada jam 17.09 wib, bayi itu dibawa ke ruangannya. Seketika ia mengambil bayi itu dan menyusuinya. Namun naluri keibuannya sangat kuat, disaat menyusui anak itu ada keanehan. “Saya perhatikan anak itu, kok kulitnya agak gelap. Dan tiba-tiba saja tangan anak itu keluar dari balutan. Saya lihat gelang ditangannya bukan nama saya dan Bapak (Aseng). Jam kelahirannyapun berbeda,” terang Ayi.
Ternyata bayi itu memang tertukar. Seketika Ayi mengaku shok dan tubuhnya lemas. “Saya benar-benar shock ternyata bayi yang saya susui itu bukan anak kami,” tuturnya.
Hal itupun dibenarkan Aseng. Ia menyatakan kaget ketika buah hatinya sempat tertukar. “Sewaktu si ade (bayi) dibawa sama suster, pantas saja merasa ada yang ganjil. Kok bisa ya, rumah sakit sekelas RSCK ini keliru begitu,” ucapnya kesal.
Kekesalan Aseng terhadap layanan RSCK tersebut memuncak kembali ketika kedatangannya yang kedua kalinya untuk berobat bayinya. Dijelaskan Aseng, istri dan bayinya bisa pulang ke rumah Minggu (10/3/2019). Namun karena kondisi kulit sang bayi berwarna kekuningan, Senin (11/3/2019) dibawa lagi ke RSCK.
Disanalah puncak kekesalan Aseng, karena selama berjam-jam sang bayi belum juga dibawa ke ruang perawatan. Sang bayi masih disimpan di ruang IGD. Ia beberapa kali menanyakan itu ke dokter dan perawat jaga namun kurang ditanggapi.
“Katanya nggak ada kamar dan sedang dipersiapkan di kamar 3207. Saya cros chek ke ruangan. Ternyata sudah kosong karena memang pada saat sebelum saya nyebut pasen BPJS,” bebernya.
Aseng juga menyampaikan pada dokter jaga tentang hasil laboratorium bahwa anaknya perlu segera perawatan. Semestinya cepat ditangani. Tapi harus lama menunggu lagi.
Karena kesal kurang mendapat pelayanan akhirnya bayinya dipindahkan ke Rumah Sakit Advent Bandung untuk mendapat perawatan sebagaimana mestinya. Hingga berita ini diturunkan, bayinya telah kembali ke rumahnya.
Hanya yang disesalkan Aseng, dokter jaga yang mengabaikannya tidak menunjukan itikad baik. Malahan pihak RSCK memberikan utusan menemui istrinya di Rumah Sakit Adven dengan menawarkan perawatan kembali di RSCK dengan dijemput ambulan.
“Istri saya tentu saya menolaknya karena terlanjur kecewa dan khawatir malah mengganggu kesehatan si ade. Lagian ngapain juga mereka hanya memberikan utusan. Bukan dokter jaga itu yang minta maaf. Ya tentu saja kita tolak,” ungkapnya.
Jika dilihat dari prosedur penanganan pasien seperti itu kata Aseng, ada beberapa hal yang melanggar standar operasional (SOP) dari pelayanan RSCK tersebut. Mulai dari penanganan pasien hingga ke luar dari rumah sakit. Biasanya ada formulir hang harus diisi pasien tentang kesan pesan terhadap pelayanan.”Ini tak ada,. Padahal saya tahu itu, karena saya juga pernah jadi direktur RSUD Ciereng Subang, jadi tahu SOP,” ucapnya.
Terkait tuntutannya, Aseng mengatakan dengan tegas demi perbaikan pelayanan di SRCK, ia meminta agar dokter itu dipecat saja.
Terpisah Kepala Humas dan Pemasaran RSCK Erlinawati didampingi Veronica Murti ketika ditemui wartawan di ruang kerjanya menyatakan permohonan maaf pada pihak pasien dan keluarganya atas ketidaknyamanan tersebut. “Kita sudah mendatangi Bu Ayi Ratna waktu di Rumah Sakit Adven dan menawarkan untuk membawa bayinya supaya dirawat kembali di rumah sakit kami. Kita akan jemput dengan ambulance. Kejadian itu tidak kami inginkan juga,” ucapnya.
Terlebih dari pihak yayasan yang menekankan agar pelayanan pada pasien diutamakan. Namun semuanya di luar kehendak pihak manajemen.
“Keinginan kita memang tidak selalu mulus. Ada saja hambatannya,” tutur Erlina.
Kondisi saat itupun, kemungkinan yang menjadi pemicu dikeluhkannya pelayanan. Membludaknya pasien di IGD membuat pelayanan pada keluarga Aseng tidak sesuai harapan. “Waktu itu pasien ada sekitar 30-40 orang. Jadi kemungkinan kondisi emergensi jadi pelayanannya terganggu juga,” ucapnya.
Untuk SOP pelayanan pasien yang dipersoalkan Aseng, Erlina mengatakan jika prosedur kebijakan sudah ada sesuai garisnya. Namun terjadi sesuatu sehingga ada fase yang terlewatkan.
“Panduannya sudah ada. Tapi ada yang terlewatkan. Inilah yang menjadi PR (pekerjaan rumah) kami,” ucapnya.
Meskipun demikian, manajemen tidak memberikan toleran terhadap mereka yang memberikan pelayanan kurang bagus. Mereka dipastikan akan memberikan punishment. “Untuk punishment-nya kami serahkan pada pimpinan dan sekarang lagi berproses. Karena ini merugikan kami juga. Ya kredibilitas kita juga dipertaruhkan,” pungkasnya. (Hens)