Pansus IV Pelajari Penanganan Anak Bermasalah

BANDUNG | Pelita Online | Pansus IV DPRD Provinsi Jawa Barat mengapresiasi penerapan program yang ada di Balai Rehabilitasi Sosial Anak Membutuhkan Perlindungan Khusus
(BRSAMPK) Handayani. Terlebih, selain mengurusi anak yang bermasalah dengan hukum juga mengurusi anak-anak yang terpapar paham radikalisme.

Ketua Pansus IV DPRD Provinsi Jawa Barat, Sri Rahayu Agustina menyebutkan, program dan pengelolaan di BRSAMPK Handayani patut diadopsi kedalam penyusunan Raperda Penyelenggaraan Perlindungan Anak (PPA) Provinsi Jawa Barat.

“Dalam penjelasannya, lembaga ini melakukan berbergai pendekatan, rehabilitasi kehidupan, pendekatan spiritual, dan upaya penanganan lanjut sesuai kondisi anak. Sebagai contoh, anak yang membutuhkan penanganan kesehatan karena terluka akibat kekerasan atau pelecehan seksual, ditangani secara psikososial,” kata Sri di BRASMPK, Bambu Apus, DKI Jakarta, Selasa (27/10/2020).

Dia melanjutkan, anak yang sudah memiliki keinginan berubah dan memiliki hubungan baik dengan para pekerja sosial serta anak lainnya, dipindahkan ke asrama umum dan tinggal bersama anak-anak yang menjadi pelaku atau korban kasus pelecehan seksual, narkoba, perdagangan manusia, kekerasan fisik, dan mereka yang terpapar radikalisme. Hal itu merupakan stimulus yang positif bagi perkembangan khususnya sebagai bagian dari implementasi program dalam penyusunan raperda PPA.

“Setelah dua minggu, anak bisa dikembalikan kepada aparat penegak hukum jika upaya penyelidikan berbuah hasil atau melanjutkan rehabilitasi sosial di Handayani secara terpadu, maksimal enam bulan,” tutur Sri.
Kepala BRSAMPK Handayani Neni Riawati memaparkan, BRASMPK Handayani bekerja sama dengan berbagai instansi agar membuat suatu rehabilitasi integratif.

“Misalnya, materi agama untuk melawan pemahaman radikalisme, diberikan oleh Kementerian Agama. Pemahaman Pancasila dan NKRI dalam wawasan kebangsaan oleh BNPT. Banyak anak yang terpapar radikalisme jarang menempuh sekolah formal. Umumnya mengambil home schooling,” tutur dia.
Selain itu, kata Neni, dalam mengatasi kesulitan anak menerima materi secara manual dalam tahapan rehabilitasi tersebut, edukasi secara visual pun ditempuh untuk mengoptimalkan rehabilitasi. (ig/cy)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *