BANDUNG, PelitaOnline – Kredit atau pembiayaan perbankan apabila membuahkan perkara seyogyanya masuk ke ranah keperdataan. Itu jika kemudian belum terjadi kerugian keuangan negara. Demikian pernyataan Advokat Iman Nurhaeman SH Senin (18/3/2019) di Bandung. Dia menunjuk contoh Keputusan Majalis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Bandung Jabar atas perkara dakwaan korupsi terhadap tujuh orang dalam kasus pembobolan Bank Mandiri oleh PT Tirta Amarta Bottling (BAT).
Majelis Hakim memutus bebas ketujuh terdakwa tersebut. Menurut dia, putusan hakim tersebut sangat tepat. Sebab Keputusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Bandung, Jawa Barat yang diketuai Martahan Pasaribu, memovonis bebas meski tuduhan korupsinya sebesar Rp1,86 triliun tetapi tidak ada kerugian keuangan negara.
Maka berdasar ini lanjut Iman Nurhaeman, SH, berpendapat kredit atau pembiayaan perbankan seharusnya masuk dalam ranah keperdataan. Disebutkan hal pokok mendasari putusan majelis hakim atas vonis bebas terdakwa kasus pembobolan Bank Mandiri oleh PT Tirta Amarta Bottling (TAB) itu antara lain, belum terjadi kerugian negara dikarenakan pada Perhitungan Kerugian Negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) tidak memperhitungkan agunan dan asset PT TAB yang dimungkinkan dijual sebagai sumber pengembalian kredit.
Kecuali itu lanjutnya, tidak terbukti adanya pelanggaran Standar Operasional Prosedur (SOP). Advokat yang kini menangani perkara Tipikor mantan Direktur BJBS, Yocie Gusman, Iman Nurhaeman, SH itu berpendapat ada dua unsur utama yang dijadikan sandaran keputusan majelis hakim pada perkara itu, yaitu suatu perkara yang sangat tepat, terutama melihat dari status Bank Mandiri sebagai lembaga bisnis yang sangat memungkinkan terjadinya laba atau rugi dari kegiatan usahanya, disisi lain kedepannya putusan tersebut dapat memberikan efek tidak terjadinya kriminalisasi berlebihan terhadap unit bisnis bisnis yang dimiliki pemerintah khususnya sektor perbankan.
Iman Nurhaeman menyoroti perkara yang nyaris sama yaitu dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemberian Pembiayaan Fiktif Garut Super Block di Bank BJB Syariah kepada 161 enduser pembeli Kios dari Garut Super Block kurang lebih sebesar Rp 546 miliar.
Menurut Iman Nurhaeman, terdakwa Yocie Gusman, kasus ini memiliki kemiripan dengan kasus yang didakwakan kepada PT BAT. Kemiripan tersebut disebutkan Iman Nurhaeman, SH, belum terjadi kerugian negara. Sebab pada Perhitungan Kerugian Negara yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ) tidak memperhitungkan agunan berupa unit-unit kios Garut Super Block yang dibeli oleh 161 enduser yang saat ini sedang dalam proses splitzing yang dibuktikan dengan telah dilakukannya proses pertelaan sebanyak kurang lebih 1.700 Sertifikat Strata Titel dan sambil menunggu proses penyelesaian splitzing sertifikat sebagai bentuk kehati-hatian bank dan niat baik PT Hastuka Sarana Karya (PT HSK), menyerahkan asset PT HSK yang telah diikat sempurna selama proses splitzing dilakukan sebagai sumber pengembalian kredit.
Berdasarkan fakta dokumen kata Iman Nurhaeman, yang ada nilai agunan yang diberikan oleh PT HSK senilai 100% dari kredit yang diberikan oleh Bank BJB Syariah. Kemuaian berdasarkan Laman OJK menyatakan bahwa status Bank BJB Syariah adalah Bank Swasta Umum Devisa dan tidak terdapat penyertaan secara langsung dari negara dalam hal ini Pemerintah Provinsi Jawa Barat.
Menurut dia pemberian kredit atau pembiayaan perbankan, seharusnya masuk dalam ranah keperdataan, apalagi Bank BJB Syariah jelas-jelas bukan Bank pemerintah seperti Bank Mandiri sehingga, jika terjadi kredit macet atau gagal
bayar tinggal eksekusi jaminannya saja, karena jaminan berupa kios tentunya ada. Kecuali itu pembiayaan Bank BJB Syariah kepada 161 enduser dalam fakta persidangan yang muncul tidak terbuktikan adanya pelanggaran Standar Operasional Prosedur ( SOP ).
Berdasarkan keterangan saksi ahli perbankan Prof DR Johanes Ibrahim Kosasih yang muncul di persidangan bahwa SOP yang berlaku di suatu bank adalah merupakan aturan internal bank dan sangat dimungkinkan setiap bank berbeda. Selanjutnya, menurut dia, direksi atau pihak yang ditunjuk oleh direksi merupakan pihak yang mempunyai kewenangan untuk memberikan eskalasi kebijakan yang secara normal terjadi dalam suatu lingkungan bisnis, mengingat sumber pendapatan bank umumnya berasal dari aktivitas pemberian kredit atau pembiayaan.
Eskalasi kebijakan merupakan suatu proses administratif bukan merupakan suatu tindakan melanggar hukum. Disebutkan Iman Nurhaeman, berdasarkan fakta yang ada seyogyanya dalam rangka memenuhi keadilan hukum perkara
Bank BJB Syariah dan PT Hastuka Sarana Karya diputuskan sebagaimana Majelis Hakim memberikan vonis tidak bersalah kepada para terdakwa dalam Perkara Bank Mandiri dan PT TAB. *