Pajak Dalam Menuju Indonesia  Emas 2045 Ada Tiga Hal Pokok Penting Yang Menjadi Acuan Untuk Menghadapi Bonus Demografi

BANDUNG,||Pelita Online||-Pada rancangan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 Kementerian PPN/Bappenas dalam laporannya menyampaikan bahwa Visi Indonesia Emas 2045 adalah Negara Nusantara Berdaulat, Maju, dan Berkelanjutan. Untuk mencapai itu, ada 8 agenda pembangunan dan 17 arah pembangunan serta ratusan indikator di dalamnya untuk memastikan

RPJPN terarah dan terukur.
Presiden menyampaiakan bahwa ada tiga hal pokok penting yang menjadi acuan untuk
menghadapi bonus demografi dan mengapai cita-cita besar Indonesia Emas 2045 untuk menjadi 5 besar ekonomi dunia. Salah satu pokok penting yang disampaikan oleh Presiden adalah keberlanjutan dan berkesinambungan untuk mencapai cita – cita Indonesia Emas 2045. Hal ini sangat berkaitan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/Sustainable Development Goals (SDGs).

Ketercapaian SDGs di Indonesia menjadi tolak ukur tercapainya arah pembangunan
RPJPN 2025 – 2045. Ada beberapa tantangan khususnya setelah pandemi COVID-19 yang
mendisrupsi penurunan tingkat kemiskinan. Dengan proyeksi baseline (business as usual), tingkat kemiskinan masih di angka 6,61% pada tahun 2030. Sementara dengan skenario intervensi, angkanya dapat mencapai 3,83%. Trajectory ini sejalan dengan target (draf) RPJPN sebesar 0,5 – 0,8% pada tahun 2045.

Oleh karena itu, diperlukan akselerasi program lintas sektor untuk pengentasan
kemiskinan mulai dari reformasi perlindungan sosial, pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan
kemandirian ekonomi kelompok miskin dan rentan, sampai potensi pengenaan pajak PPh Pasal 22 atas Pembelian Bahan Baku Keperluan Industri.

Salah satu sumber penerimaan negara di Indonesia adalah dari sektor pajak selain dari
sektor migas (minyak dan gas) dan juga penerimaan dari sektor bukan pajak yang digunaan untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin, maupun pembangunan.

Dari ketiga sumber pendapatan negara tersebt yang paling memiliki sumbangsih terbesar dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah dari sektor pajak. Menurut Menteri Keuangan (Menkeu) menargetkan penerimaan perpajakan APBN 2019 sebesar Rp.1.786,4 triliun atau tumbuh 15,4 persen dari APBN tahun 2018 dengan tax ratio sbesar 12,2 persen.

Dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) telah ditetapkan untuk tax ratio tahun 2024 sebesar 9,92% – 10,2%. Pajak merupakan sebuah kata dan pemahaman yang sangat familiar dikalangan masyarakat.

Pajak identik dengan iuran yang dikenakan pada para Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan yang berlaku. Transaksi seperti perdagangan tidak luput dari pajak. Sebut saja kegiatan impor. Kegiatan ini bukanlah hal yang baru di Indonesia. Kegiatan impor dinilai sebagai salah satu faktor yang membantu perekonomian negara maupun masyarakat. Kembali lagi pada sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia. Sistem perpajakan di Indonesia berkaitan erat dengan kesinambungan antara hak dan kewajiban seorang pribadi.

Singkatnya begini, Apabila seseorang ingin mendapatkan hak untuk hidup sejahtera, maka ia juga harus memenuhi kewajibannya
dalam membayar pajak. Ada hak, ada kewajiban.
Merujuk pada Pasal 22 UU PPh, Menteri Keuangan dapat menetapkan badan-badan
tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan di bidang impor atau
kegiatan usaha di bidang lain. Lebih lanjut, dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 Tahun

2017 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 41 Tahun
2022, disebutkan bahwa salah satu pemungut PPh Pasal 22 (withholding tax) dari kegiatan usaha di bidang lain yang dimaksud adalah badan usaha industri atau eksportir. Pemungutan dilakukan atas yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur, untuk keperluan industrinya atau ekspornya.

Dalam pelaksanaanya semua program itu dapat menjadi hal yang komprehensif dimana
pengenaan PPh untuk hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan dan perikanan ini harus dibantu oleh regulasi ketentuan peraturan perundang-undangan dari Kementrian Pertanian, Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Program yang dapat dibuat ditentukan dengan tujuan tidak memberatkan UMKM dan mengandalkan perusahaan skala industry atau eksportir untuk dapat membantu produktifitas dari UMKM khususnya di daerah pedesaan agar konsep keberlanjutan menghadapi bonus demografi dapat berjalan

Semua hal diatas dapat dijalankan dengan konsep kepemimpinan yang lebih kuat,
komitmen, implementasi regulasi dan kelembagaan yang baik, serta kapasitas teknis tingkat nasional dan regional, diperlukan untuk mempercepat penyediaan akses pelayanan dasar yang layak bagi seluruh masyarakat. Kolaborasi multipihak dan pendanaan inovatif untuk akselerasi pencapaian target SDGs Indonesia menjadi solusi agar pondasi untuk mencapai cita – cita Indonesia Emas 2045 melalui RPJPN menjadi kuat dan Indonesia dapat menajadi negara maju seperti yang diharapkan pada tahun 2045 nanti.

Penulis Leo Fatra Nugraha, Penyuluh Pajak Muda KPP Madya Bandung

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *