Indra Kusuma Djaja Penyuluh Pajak Ahli Muda Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung
Negara Republik Indonesia adalah negara maritimyang sangat luas dengan memiliki keluasan perairanmencapai lebih dari 3 juta km2 atau sekitar 63% dariseluruh keluasan wilayah Indonesia. Luasnya lautIndonesia memiliki potensi produksi perikanan yang sangat besar, dengan perhitungan asumsi sekitar lebihdari 6,7 juta ton/tahun atau 8,2% dari total potensiproduksi ikan laut dunia.
Secara potensi, perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan tangkap maupunperikanan budi daya. Kawasan laut luas yang dikuasaiIndonesia akan memiliki berbagai macam jenis potensiyang bisa dikembangkan. Jika potensi pembangunanekonomi kelautan dikelola dengan lebih produktif, inovatif dan terstruktur dengan baik, maka dapatmenjadi salah satu alternatif sumber modal utamapembangunan, dan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan kesejahteraan masyarakatIndonesia.
Tercatat dari Statistik Perikanan Tangkapmenunjukkan terdapat 2,7 juta jiwa nelayan dan Statistik Perikanan Budi daya menunjukkan jumlahpembudi daya ikan mencapai 3,3 juta. SedangkanSensus Pertanian yang dilakukan BPS, menunjukkanjumlah 860 ribu rumah tangga kegiatan penangkapanikan (nelayan) dan 1,19 juta rumah tangga kegiatanbudi daya ikan. Berikut data yang menggambarkanhasil perikanan tangkap di seluruh peraian Indonesia berdasarkan hasil sensus dari Badan Pusat Statistik, sebagai berikut :
DATA PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DI LAUT | |||
MENURUT KOMODITAS UTAMA (TON) | |||
TAHUN 2019, 2020 DAN 2021 | |||
PROPINSI | Produksi Perikanan Tangkap di Laut Menurut KomoditasUtama (Ton) | ||
Jumlah Tangkap di Laut | |||
2019 | 2020 | 2021 | |
ACEH | 156 417 | 304 283 | 222 420 |
SUMATERA UTARA | 1 203 191 | 424 876 | 354 797 |
SUMATERA BARAT | 217 627 | 205 182 | 198 261 |
RIAU | 114 497 | 111 534 | 113 825 |
JAMBI | 44 727 | 47 489 | 46 343 |
SUMATERA SELATAN | 92 692 | 64 154 | 54 277 |
BENGKULU | 70 829 | 68 070 | 74 666 |
LAMPUNG | 155 552 | 137 404 | 132 047 |
KEP. BANGKA BELITUNG | 218 776 | 225 558 | 244 938 |
KEP. RIAU | 310 051 | 332 176 | 303 194 |
DKI JAKARTA | 100 086 | 107 841 | 135 826 |
JAWA BARAT | 230 274 | 234 256 | 264 774 |
JAWA TENGAH | 260 460 | 342 790 | 313 247 |
DI YOGYAKARTA | 4 583 | 4 906 | 5 212 |
JAWA TIMUR | 481 485 | 416 073 | 534 401 |
BANTEN | 180 054 | 73 844 | 69 191 |
BALI | 95 007 | 95 161 | 112 294 |
NUSA TENGGARA BARAT | 220 742 | 223 363 | 236 626 |
NUSA TENGGARA TIMUR | 123 658 | 182 350 | 190 594 |
KALIMANTAN BARAT | 97 498 | 119 284 | 162 128 |
KALIMANTAN TENGAH | 107 399 | 109 772 | 102 065 |
KALIMANTAN SELATAN | 140 424 | 137 554 | 157 646 |
KALIMANTAN TIMUR | 134 365 | 122 999 | 132 176 |
KALIMANTAN UTARA | 34 850 | 25 230 | 33 640 |
SULAWESI UTARA | 258 976 | 322 694 | 327 927 |
SULAWESI TENGAH | 133 997 | 149 776 | 165 404 |
SULAWESI SELATAN | 368 973 | 352 990 | 376 127 |
SULAWESI TENGGARA | 252 594 | 253 359 | 252 593 |
GORONTALO | 144 141 | 115 812 | 126 100 |
SULAWESI BARAT | 67 149 | 64 182 | 66 770 |
MALUKU | 490 073 | 445 577 | 547 463 |
MALUKU UTARA | 288 187 | 319 925 | 361 501 |
PAPUA BARAT | 220 929 | 121 044 | 101 861 |
PAPUA | 144 038 | 231 748 | 247 238 |
INDONESIA | 7 164 302 | 6 493 258 | 6 767 572 |
Sumber data : Data series subyek Perikanan BADAN PUSAT STATISTIK |
Jenis Ikan : ( Penjelasan Pasal 7 ayat (6) UU No. 45 Tahun 2009), yang dimaksud dengan “jenis ikan” adalah:
semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang dilindungi.
Potensi kekayaan laut Indonesia yang tergambardalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) diatur dalam PermenKKP No 18 / PERMEN-KP/2014 :
No. | Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP-NRI) | Luas Areal Penangkapan Ikan Per Kapal (m2) |
1 | WPP-NRI 571 | 165.187 |
2 | WPP-NRI 572 | 559.883 |
3 | WPP-NRI 573 | 890.258 |
4 | WPP-NRI 711 | 1.577.321 |
5 | WPP-NRI 712 | 285.058 |
6 | WPP-NRI 713 | 396.158 |
7 | WPP-NRI 714 | 59.935 |
8 | WPP-NRI 715 | 337.684 |
9 | WPP-NRI 716 | 169.573 |
10 | WPP-NRI 717 | 175.420 |
11 | WPP-NRI 718 | 1.004.281 |
Dari data yang terpampang di atas, dapatdiperkirakan potensi yang sangat besar bukan sajauntuk konsumsi masyarakat akan tetapi sebagaisumber pendapatan nelayan dan sumber penerimaannegara.
Dari besarnya hasil produksi perikanan tangkap di laut perairan Indonesia tergambar potensi penerimaannegara jika ditilik dari sudut penerimaan negara darisektor perpajakan. Ada beberapa potensi penerimaannegara dari sektor perpajakan yang bisa digali dari hasilperikanan tangkap ini adalah, sebagai berikut :
Pada kesempatan ini akan dibahas lebih dalammengenai potensi penerimaan negara dari sektorperpajakan yang berasal dari sumber daya perikananlaut. Pembahasan ini akan lebih mendalam tentangpenetapan Pajak Bumi dan Bangunan dari sektor P5L (Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Migas, Pertambangan Panas Bumi, Pertambang Mineral atauBatu bara dan Sektor lainnya) Sub Sektor PerikananTangkap dan Sub Sektor Pembudidayaan Ikan.
Artikel tentang perpajakan ini dibuat sebagai bahanpengetahuan, penyuluhan dan edukasi di bidangperpajakan, sehingga diharapkan bisa memberikanpencerahan kepada masyarakat tentang objek pajakPBB yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak.
B. PBB Sektor P5L Sebagai Pajak Pusat yang Dikelola Direktorat Jenderal Pajak
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dulu dikenalmasih bernama Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) dan dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini di bawah naungan Departemen Keuangan RepublikIndonesia, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat IPEDA. Objek pajak IPEDA meliputi tanah dan bangunan yang terdiri dari 5 sektor (Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan), di mana denganhadirnya reformasi perpajakan tahap pertama(reformasi undang-undang perpajakan tahun 1983), IPEDA berubah menjadi Pajak Bumi dan Bangunanmelalui UU nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumidan Bangunan.
Pajak Bumi dan Bangunan dengan 5 sektor yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak bertahan sampaidengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pengadministrasian PBB dipisah menjadi PBB sektor pedesaaan dan sektor perkotaan (PBB P2) yangberdasarkan UU ini dilimpahkan menjadi kewenanganpemerintah daerah, atau dengan kata lain pengelolaanperpajakan dari mulai pelayanan, pendataan, penetapan, pengenaan, pemungutan sampai denganpenagihan pajak bumi dan bangunan sektor P2 sejaksaat ini menjadi pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah.
Sementara untuk sektor P3 (Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan) seiring denganperkembangan kemajuan perekonomian Indonesia masih menjadi pajak pusat dan tetap dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak serta dikembangkan menjadiPBB Sektor P5L (Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Migas, Pertambangan Pabum, Pertambangan Minerba dan Sektor Lainnya). Pemisahan kewenangan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan ini dilakukan oleh pemerintah sebagaibentuk implementasi pelaksanaan otonomi daerah dan kemudahan administrasi pengelolaan pajak.
Pada edisi artikel ini akan dibahas lebih dalamtentang PBB Sektor P5L Sub Sektor PerikananTangkap dan Sub Sektor Pembudidayaan Ikan. Sebagaimana diketahui sejak PBB Sektor P2 (Pedesaan dan Perkotaan) diserahkan pengelolaannyakepada pemerintah daerah, maka Direktorat JenderalPajak dalam mengelola PBB mengembangkanbeberapa objek pajak baru yang bisa dikenakan pajak. Hal ini dimulai pada awal tahun 2014, dengandikeluarkannya PMK-139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunanyang diperbaharui dengan PMK-186/PMK.03/2019 dan PMK terbaru PMK-234/PMK.03/2022. Berikut akandisampaikan latar belakang dan dasar hukumpengenaan pajak PBB Sektor P5L Sub SektorPerikanan Tangkap dan Pembudidayaan, sebagaiberikut :
Pasal 2 ayat (2) : Objek PBB meliputi objekpajak :
Pasal 6 : objek pajak sektor lainnya adalah objekPBB, selain objek pajak sektor perkebunan, sektor perhutanan, dan sektor pertambanganyang tidak berada dalam wilayah kabupaten/kota
Pasal 27 ayat (3) Kewenangan Daerah provinsiuntuk mengelola sumber daya alam di lautsebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arahperairan kepulauan
Lampiran Bagian Y. Pembagian Urusan BidangKelautan dan Perikanan : tidak mengaturkewenangan Kabupaten / Kota
Pada poin ini akan dibahas tentang tata carapengenaan pajak PBB Sektor P5L Sub SektorPerikanan Tangkap dan Sub Sektor PembudidayaanIkan berdasarkan PMK 186/PMK.03/2019 yang telahdiubah menjadi PMK 234/PMK.03/2022 tentangKlasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan NJOP PBB.
Diterbitkannya PMK ini mempunyai berbagaimacam latar belakang diantaranya tentang kepastianhukum sehingga pengenaan pajak harus berdasarundang-undang. Kepastian hukum berdasarkanUndang-Undang PBB dan Undang-Undang PDRD inimenjadi penguat hukum bagi terbitnya PMK sehinggakekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkanoleh Peraturan yang lebih tinggi atau dibentukberdasarkan kewenangan. (Ps. 8 ayat (2) UU 12 Tahun 2011).
Kedua hal di atas sebagai dasar dari kewajibanDirektorat Jenderal Pajak meningkatkan pelayanankepada masyarakat khususnya Wajib Pajak karenamengandung aturan hukum yang lebih objektif sertakemudahan Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan PBB.
a. Bumi berupa perairan lepas pantai yang digunakan untuk :
untuk kawasan objek pajak berdasarkan PMK iniyang dimaksud adalah areal izin/ hak/ kontrak/penugasan untuk sektor lainnya sub sektorperikanan tangkap dan pembudidayaan ikan adalah berdasarkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)
Objek pajak bangunan adalah konstruksi teknikyang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi di wilayah perairan NKRI
Keterangan : Dasar pengenanan Pajak PBB diperoleh dariNJOP Bumi dan NJOP Bangunan hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai pajak melalui perbandingan hargadengan objek pajak lain yang sejenis, nilai perolehan baru dan nilai jual pengganti (ps 1 angka 3 UU PBB)
PERMUKAAN BUMI | DASAR PERHITUNGAN SEKTOR LAINNYA | KETERANGAN | |
PERIKANAN TANGKAP | PERIKANAN BUDIDAYA | ||
Perairan Terdapat Hasil Produksi | Nilai Jual Pengganti | Nilai Jual Pengganti | Berdasarkanperhitungan NJP terbaru |
Perairan Tidak Terdapat Hasil Produksi | Keputusan Direktur JenderalPajak | Keputusan Direktur JenderalPajak | BerdasarkanKepdirjen yang berlaku |
Proses perhitungan Nilai Jual Pengganti, sebagaiberikut :
URAIAN | NILAI JUAL PENGGANTI | KETERANGAN | ||
PERIKANAN TANGKAP | PERIKANAN BUDIDAYA | |||
Pendapatan Kotor | a | a | a | |
Rasio Biaya Produksi | b | b | b | Rasio Biaya 70% (KEP-126/PJ/2015) |
Biaya Produksi | c | c = a x b | c = a x b | |
Pendapatan Bersih | d | d = a – c | d = a – c | |
Angka Kapitalisasi | e | e | e | Angka Kapitalisasi 10 (KEP-126/PJ/2015) |
NJOP Bumi | f | f = d x e | f = d x e |
Keterangan :
Pendapatan bersih | : | Pendapatan kotor – Biaya Produksi |
Pendapatan kotor | : | Jumlah produksi perjenis ikan dalam tahun terakhir sebelum tahun Pajak PBB terutang x harga jual rata-rata per jenis ikan per satuan berat tertentu. |
Biaya produksi | : | Rasio Biaya Produksi x Pendapatan kotor tahun terakhir sebelum Tahun Pajak PBB terutang. |
Luas bumi perikanantangkap | : | Jumlah kapal x Luas areal penangkapan ikan per kapal |
Luas bumipembudidayaan ikan | : | Luas yang tercantum dalam izin |
b. Proses perhitungan NJOP Bangunan, sebagaiberikut :
Penetapan NJOP Bangunan diperoleh dari Nilai Peroleh Baru dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objekdikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik
PENETAPAN NJOP PBB = NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN
Keterangan : Nilai bumi per meter persegi untuk : usahaperikanan tangkap dan usaha pembudidayaan ikan yang belum terdapat hasil produksi ditetapkan sebesar
Rp140,00 (seratus empat puluh rupiah)
Direktorat Jenderal Pajak akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kepada wajibpajak PBB yang memiliki objek pajak sub sektorperikanan tangkap dan pembudidayaan ikan. Wajibpajak yang telah menerima SPOP wajib mengisidengan jelas, benar, lengkap dan ditandatangani sertadilampiri dengan dokumen pendukung. Setelah diisi,SPOP tersebut wajib dikembalikan/disampaikan kepadaDirektorat Jenderal Pajak paling lama 30 hari sejakSPOP diterima.
Dokumen pendukung SPOP berupa Izin yang diterbitkan oleh Kementerian Bidang Kelautan Dan Perikanan & Bidang Perhubungan; Dokumen Lain. Dalam hal dokumen belum dapat dilampirkan, SPOP dianggap lengkap sepanjang Wajib Pajak melampirkanpernyataan tertulis yang ditandatangani Wajib Pajak, Wakil Wajib Pajak, atau Kuasanya; dan menjelaskanalasan tidak dapat dilampirkannya dokumen (pasal 39).
Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini penilaipajak akan melakukan perhitungan Nilai Jual ObjekPajak (NJOP) dan menetapkan besarnya pajakterhutang berdasarkan SPOP yang telah dikirimkembali oleh wajib pajak. Hasil perhitungan NJOP akanditetapkan sebagai dasar penentuan besarnya pajakterhutang dan akan diterbitkan Surat PemberitahuanPajak Terhutang (SPPT). SPPT yang diterbitkan DJP untuk satu tahun pajak selanjutnya dikirim kepada wajibpajak melalui : secara langsung -> tanda terima; melaluipos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir -> buktipengiriman surat; atau melalui saluran elektroniktertentu -> bukti pengiriman yang ditetapkan oleh DJP.
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang telah diterbitkan DJP dan telah diterima oleh WajibPajak wajib dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterima. Keterlambatan ataukurang bayar atas pajak terhutang setelah jatuh tempo akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB dengan penambahan denda keterlambatan atau kurangbayar.
6. Penatausahaan dan administrasi pengelolaanobjek PBB Sektor Lainnya
Berdasarkan Pasal 3 PER-20/PJ/2015penatausahaan dan pengadministrasian dalampengelolaan objek PBB sektor lainnya terbagi menjadi :
Kode Akun PBB Sektor Lainnya berdasarkanPeraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2015 tanggal 05 Agustus 2015 tentangPerubahan Ketiga atas PER-38/PJ/2009 tentangBentuk Formulir SSP (PER-43/PJ/2013 tidak berlaku).Kode Akun Pajak untuk PBB Sektor Lainnya: 411319 (Lampiran II), sebagai berikut :
Kode JenisSetoran | Jenis Setoran | Keterangan |
100 | SPPT PBB Sektor Lainnya | untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SPPT PBB Sektor Lainnya |
300 | STP PBB Sektor Lainnya | untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PBB Sektor Lainnya |
310 | SKP PBB Sektor Lainnya | untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKP PBB Sektor Lainnya |
390 | Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan,Surat Keputusan Keberatan,Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali | untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau PutusanPeninjauan Kembali |
Demikian artikel ini dibuat dengan harapan dapatmemberikan edukasi dan pencerahan kepadamasyakarat berkaitan dengan perpajakan khususnyapajak bumi dan bangunan.
PAJAK KUAT……….
INDONESIA MAJUUUUU