MENGENAL LEBIH DEKAT TENTANG PAJAK BUMI DAN BANGUNAN SEKTOR LAINNYA SUB SEKTOR PERIKANAN TANGKAP DAN PEMBUDIDAYAAN IKAN

Indra Kusuma Djaja Penyuluh Pajak Ahli Muda Kantor Pelayanan Pajak Madya Bandung

A. Pendahuluan
1. Selayang pandang tentang kekayaan lautIndonesia

       Negara Republik Indonesia adalah negara maritimyang sangat luas dengan memiliki keluasan perairanmencapai lebih dari 3 juta km2 atau sekitar 63% dariseluruh keluasan wilayah Indonesia. Luasnya lautIndonesia memiliki potensi produksi perikanan yang sangat besar, dengan perhitungan asumsi sekitar lebihdari 6,7 juta ton/tahun atau 8,2% dari total potensiproduksi ikan laut dunia.

       Secara potensi, perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, baik perikanan tangkap maupunperikanan budi daya. Kawasan laut luas yang dikuasaiIndonesia akan memiliki berbagai macam jenis potensiyang bisa dikembangkan. Jika potensi pembangunanekonomi kelautan dikelola dengan lebih produktif, inovatif dan terstruktur dengan baik, maka dapatmenjadi salah satu alternatif sumber modal utamapembangunan, dan dapat memberikan manfaat yang maksimal bagi negara dan kesejahteraan masyarakatIndonesia.

       Tercatat dari Statistik Perikanan Tangkapmenunjukkan terdapat 2,7 juta jiwa nelayan dan Statistik Perikanan Budi daya menunjukkan jumlahpembudi daya ikan mencapai 3,3 juta. SedangkanSensus Pertanian yang dilakukan BPS, menunjukkanjumlah 860 ribu rumah tangga kegiatan penangkapanikan (nelayan) dan 1,19 juta rumah tangga kegiatanbudi daya ikan. Berikut data yang menggambarkanhasil perikanan tangkap di seluruh peraian Indonesia berdasarkan hasil sensus dari Badan Pusat Statistik, sebagai berikut :

DATA PRODUKSI PERIKANAN TANGKAP DI LAUT

MENURUT KOMODITAS UTAMA (TON)

TAHUN 2019, 2020 DAN 2021

PROPINSI

Produksi Perikanan Tangkap di Laut Menurut KomoditasUtama (Ton)

Jumlah Tangkap di Laut

2019

2020

2021

ACEH

156 417

304 283

222 420

SUMATERA UTARA

1 203 191

424 876

354 797

SUMATERA BARAT

217 627

205 182

198 261

RIAU

114 497

111 534

113 825

JAMBI

44 727

47 489

46 343

SUMATERA SELATAN

92 692

64 154

54 277

BENGKULU

70 829

68 070

74 666

LAMPUNG

155 552

137 404

132 047

KEP. BANGKA BELITUNG

218 776

225 558

244 938

KEP. RIAU

310 051

332 176

303 194

DKI JAKARTA

100 086

107 841

135 826

JAWA BARAT

230 274

234 256

264 774

JAWA TENGAH

260 460

342 790

313 247

DI YOGYAKARTA

4 583

4 906

5 212

JAWA TIMUR

481 485

416 073

534 401

BANTEN

180 054

73 844

69 191

BALI

95 007

95 161

112 294

NUSA TENGGARA BARAT

220 742

223 363

236 626

NUSA TENGGARA TIMUR

123 658

182 350

190 594

KALIMANTAN BARAT

97 498

119 284

162 128

KALIMANTAN TENGAH

107 399

109 772

102 065

KALIMANTAN SELATAN

140 424

137 554

157 646

KALIMANTAN TIMUR

134 365

122 999

132 176

KALIMANTAN UTARA

34 850

25 230

33 640

SULAWESI UTARA

258 976

322 694

327 927

SULAWESI TENGAH

133 997

149 776

165 404

SULAWESI SELATAN

368 973

352 990

376 127

SULAWESI TENGGARA

252 594

253 359

252 593

GORONTALO

144 141

115 812

126 100

SULAWESI BARAT

67 149

64 182

66 770

MALUKU

490 073

445 577

547 463

MALUKU UTARA

288 187

319 925

361 501

PAPUA BARAT

220 929

121 044

101 861

PAPUA

144 038

231 748

247 238

INDONESIA

7 164 302

6 493 258

6 767 572

Sumber data : Data series subyek Perikanan BADAN PUSAT STATISTIK

       Jenis Ikan : ( Penjelasan Pasal 7 ayat (6) UU No. 45 Tahun 2009), yang dimaksud denganjenis ikan” adalah:

a. ikan bersirip (pisces);
b. udang, rajungan, kepiting, dan sebangsanya(crustacea);
c. kerang, tiram, cumi-cumi, gurita, siput, dan sebangsanya (mollusca);
d. ubur-ubur dan sebangsanya (coelenterata);
e. tripang, bulu babi, dan sebangsanya(echinodermata);
f. kodok dan sebangsanya (amphibia);
g. buaya, penyu, kura-kura, biawak, ular air, dan sebangsanya (reptilia);
h. paus, lumba-lumba, pesut, duyung, dan sebangsanya (mammalia);
i. rumput laut dan tumbuh-tumbuhan lain yang hidupnya di dalam air (algae); dan
j. biota perairan lainnya yang ada kaitannya denganjenis-jenis tersebut di atas;

semuanya termasuk bagian-bagiannya dan ikan yang dilindungi.

2. Wilayah pengelolaan kekayaan laut Indonesia

       Potensi kekayaan laut Indonesia yang tergambardalam Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) diatur dalam PermenKKP No 18 / PERMEN-KP/2014 :

a. Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RepublikIndonesia (WPPNRI) merupakan wilayah pengelolaan perikanan untuk penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, konservasi, penelitian, dan pengembangan perikanan : pedalaman, perairan kepulauan, laut teritorial, zona tambahan, dan zona ekonomi eksklusif Indonesia.
b. Pembagian Wilayah Pengelolaan PerikananNegara Republik Indonesia (WPPNRI):
WPPNRI 571 : Selat Malaka dan Laut Andaman;
WPPNRI 572 : Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda;
WPPNRI 573 : Samudera Hindia sebelahSelatan Jawa hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor bagianBarat;
WPPNRI 711 : Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut China Selatan;
WPPNRI 712 : Laut Jawa;
WPPNRI 713 : Selat Makassar, Teluk Bone, LautFlores, dan Laut Bali;
WPPNRI 714 : Teluk Tolo dan Laut Banda;
WPPNRI 715 : Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau;
WPPNRI 716 : Laut Sulawesi dan sebelah Utara Pulau Halmahera;
WPPNRI 717 : Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik;
WPPNRI 718 : Laut Aru, Laut Arafuru, dan LautTimor bagian Timur.
c. Luas Areal Penangkapan Ikan Per Kapal (KEP-126/PJ.2015) :

No.

Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia

(WPP-NRI)

Luas Areal Penangkapan Ikan Per Kapal

(m2)

1

WPP-NRI 571

165.187

2

WPP-NRI 572

559.883

3

WPP-NRI 573

890.258

4

WPP-NRI 711

1.577.321

5

WPP-NRI 712

285.058

6

WPP-NRI 713

396.158

7

WPP-NRI 714

59.935

8

WPP-NRI 715

337.684

9

WPP-NRI 716

169.573

10

WPP-NRI 717

175.420

11

WPP-NRI 718

1.004.281

d. Peta zonasi Wilayah Pengelolaan PerikananNegara Republik Indonesia (WPPNRI) dan jumlahSIUP :

       Dari data yang terpampang di atas, dapatdiperkirakan potensi yang sangat besar bukan sajauntuk konsumsi masyarakat akan tetapi sebagaisumber pendapatan nelayan dan sumber penerimaannegara.

3. Penerimaan negara dari sektor kekayaanlaut Indonesia

       Dari besarnya hasil produksi perikanan tangkap di laut perairan Indonesia tergambar potensi penerimaannegara jika ditilik dari sudut penerimaan negara darisektor perpajakan. Ada beberapa potensi penerimaannegara dari sektor perpajakan yang bisa digali dari hasilperikanan tangkap ini adalah, sebagai berikut :

Pajak Penghasilan (PPH)
Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

       Pada kesempatan ini akan dibahas lebih dalammengenai potensi penerimaan negara dari sektorperpajakan yang berasal dari sumber daya perikananlaut. Pembahasan ini akan lebih mendalam tentangpenetapan Pajak Bumi dan Bangunan dari sektor P5L (Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Migas, Pertambangan Panas Bumi, Pertambang Mineral atauBatu bara dan Sektor lainnya) Sub Sektor PerikananTangkap dan Sub Sektor Pembudidayaan Ikan.

       Artikel tentang perpajakan ini dibuat sebagai bahanpengetahuan, penyuluhan dan edukasi di bidangperpajakan, sehingga diharapkan bisa memberikanpencerahan kepada masyarakat tentang objek pajakPBB yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak.

B. PBB Sektor P5L Sebagai Pajak Pusat yang Dikelola Direktorat Jenderal Pajak  

1. Sejarah perkembangan pengenaan Pajak Bumidan Bangunan

       Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dulu dikenalmasih bernama Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA) dan dikelola oleh pemerintah pusat dalam hal ini di bawah naungan Departemen Keuangan RepublikIndonesia, Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat IPEDA. Objek pajak IPEDA meliputi tanah dan bangunan yang terdiri dari 5 sektor (Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan), di mana denganhadirnya reformasi perpajakan tahap pertama(reformasi undang-undang perpajakan tahun 1983), IPEDA berubah menjadi Pajak Bumi dan Bangunanmelalui UU nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumidan Bangunan.

       Pajak Bumi dan Bangunan dengan 5 sektor yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak bertahan sampaidengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Pengadministrasian PBB dipisah menjadi PBB sektor pedesaaan dan sektor perkotaan (PBB P2) yangberdasarkan UU ini dilimpahkan menjadi kewenanganpemerintah daerah, atau dengan kata lain pengelolaanperpajakan dari mulai pelayanan, pendataan, penetapan, pengenaan, pemungutan sampai denganpenagihan pajak bumi dan bangunan sektor P2 sejaksaat ini menjadi pajak daerah yang dikelola oleh pemerintah daerah.

       Sementara untuk sektor P3 (Perkebunan, Perhutanan dan Pertambangan) seiring denganperkembangan kemajuan perekonomian Indonesia masih menjadi pajak pusat dan tetap dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak serta dikembangkan menjadiPBB Sektor P5L (Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Migas, Pertambangan Pabum, Pertambangan Minerba dan Sektor Lainnya). Pemisahan kewenangan pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan ini dilakukan oleh pemerintah sebagaibentuk implementasi pelaksanaan otonomi daerah dan kemudahan  administrasi pengelolaan pajak.

2. Mengenal lebih dekat pengenaan PBB SektorP5L Sub Sektor Perikanan Tangkap dan Sub Sektor Pembudidayaan Ikan

       Pada edisi artikel ini akan dibahas lebih dalamtentang PBB Sektor P5L Sub Sektor PerikananTangkap dan Sub Sektor Pembudidayaan Ikan. Sebagaimana diketahui sejak PBB Sektor P2 (Pedesaan dan Perkotaan) diserahkan pengelolaannyakepada pemerintah daerah, maka Direktorat JenderalPajak dalam mengelola PBB mengembangkanbeberapa objek pajak baru yang bisa dikenakan pajak. Hal ini dimulai pada awal tahun 2014, dengandikeluarkannya PMK-139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunanyang diperbaharui dengan PMK-186/PMK.03/2019 dan PMK terbaru PMK-234/PMK.03/2022. Berikut akandisampaikan latar belakang dan dasar hukumpengenaan pajak PBB Sektor P5L Sub SektorPerikanan Tangkap dan Pembudidayaan, sebagaiberikut :

a. Latar belakang pengenaan pajak PBB SektorP5L Sub Sektor Perikanan Tangkap dan Pembudidayaan
PMK-139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan:

Pasal 2 ayat (2) : Objek PBB meliputi objekpajak :

1. Sektor Perkebunan à PER – 31/PJ/2014;
2. Sektor Perhutanan à PER – 36/PJ/2011;
3. Sektor Pertambangan à PER – 45/PJ/2013; PER – 32/PJ/2012; dan
4. Sektor LainnyaàPER-20/PJ/2015 dan SE-33/PJ/2015.

Pasal 6 : objek pajak sektor lainnya adalah objekPBB, selain objek pajak sektor perkebunan, sektor perhutanan, dan sektor pertambanganyang tidak berada dalam wilayah kabupaten/kota

UU Nomor 23/2014 tentang PemerintahanDaerah

Pasal 27 ayat (3) Kewenangan Daerah provinsiuntuk mengelola sumber daya alam di lautsebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arahperairan kepulauan

Lampiran Bagian Y. Pembagian Urusan BidangKelautan dan Perikanan : tidak mengaturkewenangan Kabupaten / Kota

b. Dasar hukum pengenaan pajak PBB SektorP5L Sub Sektor Perikanan Tangkap dan Pembudidayaan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER-20/PJ/2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya;
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-33/PJ/2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ.2015 tentang Tata Cara Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya;
Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-126/PJ/2015 tentang Penetapan Nilai Bumi Per Meter Persegi, Rasio Biaya Produksi, Angka Kapitalisasi, dan Luas Areal Penangkapan Ikan Per Kapal, untuk Penentuan Besarnya Nilai Objek Pajak Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Lainnya;
UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia;
UU No.12 Thn 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan s.t.d.UU No.12 Thn 1994;
UU No. 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;
UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan s.t.d UU No. 45 Tahun 2009
UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
UU No. 23 Tahun 2014 tentang PemerintahanDaerah;
PMK-139/PMK.03/2014 tentang Klasifikasi dan Penetapan Nilai Jual Objek Pajak Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan;
PMK-254/PMK.03/2014 tentang Tata Cara Pendaftaran dan Pendataan Objek Pajak dan Subjek Pajak atau Wajib Pajak Bumi dan Bangunan;
PMK-206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasidan Tata Kerja Instansi Vertikal DirektoratJenderal Pajak ;
PER-15/PJ/2015 tentang Pedoman PenerapanPMK-206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat JenderalPajak
C. Tata Cara Pengenaan PBB Sektor P5L Sub SektorPerikanan Tangkap dan Sub SektorPembudidayaan Ikan

       Pada poin ini akan dibahas tentang tata carapengenaan pajak PBB Sektor P5L Sub SektorPerikanan Tangkap dan Sub Sektor PembudidayaanIkan berdasarkan PMK 186/PMK.03/2019 yang telahdiubah menjadi PMK 234/PMK.03/2022 tentangKlasifikasi Objek Pajak dan Tata Cara Penetapan NJOP PBB.

       Diterbitkannya PMK ini mempunyai berbagaimacam latar belakang diantaranya tentang kepastianhukum sehingga pengenaan pajak harus berdasarundang-undang. Kepastian hukum berdasarkanUndang-Undang PBB dan Undang-Undang PDRD inimenjadi penguat hukum bagi terbitnya PMK sehinggakekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkanoleh Peraturan yang lebih tinggi atau dibentukberdasarkan kewenangan. (Ps. 8 ayat (2) UU 12 Tahun 2011).

       Kedua hal di atas sebagai dasar dari kewajibanDirektorat Jenderal Pajak meningkatkan pelayanankepada masyarakat khususnya Wajib Pajak karenamengandung aturan hukum yang lebih objektif sertakemudahan Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakan PBB.

1. Ketentuan umum
Pada ketentuan umum dimunculkan pendefinisian ulang istilah sesuai Undang-Undang PBB menjadiberbunyiPajak Bumi dan Bangunan yang selanjutnya disingkat PBB adalah pajaksebagaimana dimaksud dalam Undang-UndangPBB selain PBB Perdesaan dan Perkotaan.
Penyempurnaan definisi istilah terkait objek sektoral yang telah diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan pada Kementerian Lain
2. Klasifikasi objek pajak
Objek pajak diklasifikasikan berdasarkan sektornya

a. Bumi berupa perairan lepas pantai yang digunakan untuk :

Usaha Perikanan Tangkap : adalah usahaperikanan yang berbasis pada penangkapanikan (Pasal 1 angka 5 PER-20 / PJ / 2015)
Usaha Pembudidayaan Ikan : adalah kegiatanuntuk memelihara, membesarkan, dan/ataumembiakkan ikan serta memanen hasilnyadalam lingkungan yang terkontrol (Pasal 1 angka 6 PER-20/PJ/2015)
b. Bangunan berupa konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumisebagaimana dimaksud pada huruf a
Penentuan objek pajak berbasis kepada kawasan

untuk kawasan objek pajak berdasarkan PMK iniyang dimaksud adalah areal izin/ hak/ kontrak/penugasan untuk sektor lainnya sub sektorperikanan tangkap dan pembudidayaan ikan adalah berdasarkan Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI)

Objek pajak bangunan

Objek pajak bangunan adalah konstruksi teknikyang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada bumi di wilayah perairan NKRI

3. Tata cara penetapan NJOP PBB

 

Keterangan : Dasar pengenanan  Pajak PBB diperoleh dariNJOP Bumi dan NJOP Bangunan hasil penilaian yang dilakukan oleh penilai pajak melalui perbandingan hargadengan objek pajak lain yang sejenis, nilai perolehan baru dan nilai jual pengganti (ps 1 angka 3 UU PBB)

a. Proses perhitungan NJOP Bumi, sebagaiberikut :

PERMUKAAN

BUMI

DASAR PERHITUNGAN SEKTOR LAINNYA

KETERANGAN

PERIKANAN

TANGKAP

PERIKANAN

BUDIDAYA

Perairan Terdapat Hasil Produksi

Nilai Jual Pengganti

Nilai Jual Pengganti

Berdasarkanperhitungan NJP terbaru

Perairan Tidak Terdapat Hasil Produksi

Keputusan Direktur JenderalPajak

Keputusan Direktur JenderalPajak

BerdasarkanKepdirjen yang berlaku

       

       Proses perhitungan Nilai Jual Pengganti, sebagaiberikut :

URAIAN

NILAI JUAL PENGGANTI

KETERANGAN

PERIKANAN

TANGKAP

PERIKANAN

BUDIDAYA

Pendapatan Kotor

a

a

a

Rasio Biaya Produksi

b

b

b

Rasio Biaya 70%

(KEP-126/PJ/2015)

Biaya Produksi

c

c = a x b

c = a x b

Pendapatan Bersih

d

d = a – c

d = a – c

Angka Kapitalisasi

e

e

e

Angka Kapitalisasi 10

(KEP-126/PJ/2015)

NJOP Bumi

f

f = d x e

f = d x e

Keterangan :

Pendapatan bersih

:

Pendapatan kotorBiaya Produksi

Pendapatan kotor

:

Jumlah produksi perjenis ikan dalam tahun terakhir sebelum tahun Pajak PBB terutang x harga jual rata-rata per jenis ikan per satuan berat tertentu.

Biaya produksi

:

Rasio Biaya Produksi x Pendapatan kotor tahun terakhir sebelum Tahun Pajak PBB terutang.

Luas bumi perikanantangkap

:

Jumlah kapal x Luas areal penangkapan ikan per kapal

Luas bumipembudidayaan ikan

:

Luas yang tercantum dalam izin

b. Proses perhitungan NJOP Bangunan, sebagaiberikut :  

Penetapan NJOP Bangunan diperoleh dari Nilai Peroleh Baru dengan cara menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objekdikurangi penyusutan berdasarkan kondisi fisik

PENETAPAN NJOP PBB = NJOP BUMI + NJOP BANGUNAN

Keterangan : Nilai bumi per meter persegi untuk : usahaperikanan tangkap dan usaha pembudidayaan ikan yang belum terdapat hasil produksi ditetapkan sebesar
Rp140,00 (seratus empat puluh rupiah)

4. Kewajiban pengisian SPOP untuk pengenaanpajak PBB

       

       Direktorat Jenderal Pajak akan mengirimkan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kepada wajibpajak PBB yang memiliki objek pajak sub sektorperikanan tangkap dan pembudidayaan ikan. Wajibpajak yang telah menerima SPOP wajib mengisidengan jelas, benar, lengkap dan ditandatangani sertadilampiri dengan dokumen pendukung. Setelah diisi,SPOP tersebut wajib dikembalikan/disampaikan kepadaDirektorat Jenderal Pajak paling lama 30 hari sejakSPOP diterima.

       Dokumen pendukung SPOP berupa Izin yang diterbitkan oleh Kementerian Bidang Kelautan Dan Perikanan & Bidang Perhubungan; Dokumen Lain. Dalam hal dokumen belum dapat dilampirkan, SPOP dianggap lengkap sepanjang Wajib Pajak melampirkanpernyataan tertulis yang ditandatangani Wajib Pajak, Wakil Wajib Pajak, atau Kuasanya; dan menjelaskanalasan tidak dapat dilampirkannya dokumen (pasal 39).

       Direktorat Jenderal Pajak dalam hal ini penilaipajak akan melakukan perhitungan Nilai Jual ObjekPajak (NJOP) dan menetapkan besarnya pajakterhutang berdasarkan SPOP yang telah dikirimkembali oleh wajib pajak. Hasil perhitungan NJOP akanditetapkan sebagai dasar penentuan besarnya pajakterhutang dan akan diterbitkan Surat PemberitahuanPajak Terhutang (SPPT). SPPT yang diterbitkan DJP untuk satu tahun pajak selanjutnya dikirim kepada wajibpajak melalui : secara langsung -> tanda terima; melaluipos, perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir -> buktipengiriman surat; atau melalui saluran elektroniktertentu -> bukti pengiriman yang ditetapkan oleh DJP.

5. Kewajiban pelunasan pajak yang terhutangdalam SPPT PBB

       

       Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang telah diterbitkan DJP dan telah diterima oleh WajibPajak wajib dilunasi selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterima. Keterlambatan ataukurang bayar atas pajak terhutang setelah jatuh tempo akan diterbitkan Surat Tagihan Pajak (STP) PBB dengan penambahan denda keterlambatan atau kurangbayar.

6. Penatausahaan dan administrasi pengelolaanobjek PBB Sektor Lainnya

       Berdasarkan Pasal 3 PER-20/PJ/2015penatausahaan dan pengadministrasian dalampengelolaan objek PBB sektor lainnya terbagi menjadi :

a. Usaha Perikanan Tangkap/Pembudidayaan Ikan:
1) KPP Pratama tempat WP terdaftar;
2) KPP Migas (WP terdaftar tidak di KPP Pratama).
b. Jaringan Pipa, Jaringan Kabel Telekomunikasi, Jaringan Kabel Listrik, Ruas Jalan Tol à KPP Migas

       Kode Akun PBB Sektor Lainnya berdasarkanPeraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2015 tanggal 05 Agustus 2015 tentangPerubahan Ketiga atas PER-38/PJ/2009 tentangBentuk Formulir SSP (PER-43/PJ/2013 tidak berlaku).Kode Akun Pajak untuk PBB Sektor Lainnya: 411319 (Lampiran II), sebagai berikut :

Kode JenisSetoran

Jenis Setoran

Keterangan

100

SPPT PBB Sektor Lainnya

untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SPPT PBB Sektor Lainnya

300

STP PBB Sektor Lainnya

untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam STP PBB Sektor Lainnya

310

SKP PBB Sektor Lainnya

untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam SKP PBB Sektor Lainnya

390

Pembayaran atas Surat Keputusan Pembetulan,Surat Keputusan Keberatan,Putusan Banding, atau

Putusan Peninjauan Kembali

untuk pembayaran jumlah yang masih harus dibayar yang tercantum dalam Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau PutusanPeninjauan Kembali

D. Kesimpulan
1. Pembangunan perikanan tangkap dan pengembangan pembudidayaan ikan pada hakekatnyaditujukan untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat, khususnya nelayan dan sekaligus untukmenjaga keberlangsungan sumber daya ikan sertalingkungan biota lautnya. Mengingat potensi yang sangat tinggi dari biota laut Indonesia maka tujuantersebut diperluas cakupannya sehingga tidak hanyauntuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan menjaga kelestarian sumber daya ikan, tetapi juga untuk meningkatkan kontribusi Sub Sektor PerikananTangkap dan Sub Sektor Pembudidayaan Ikan terhadap pembangunan perekonomian nasional (pro growth), baik dalam bentuk penyediaan lapangan kerja, penerimaan devisa melalui ekspor, maupunpenerimaan negara dari sektor pajak dan bukan pajak.
2. Potensi penerimaan negara  dari hasil  perikanantangkap dan pembudidayaan ikan salah satunya adalahdari sektor pajak PBB.  Pajak Bumi dan Bangunanadalah pajak yang dikenakan atas tanah dan bangunanyang timbul dari adanya keuntungan dan/ataukedudukan sosial ekonomi bagi seseorang atau badan hukum yang memiliki suatu hak atasnya, ataumemperoleh manfaat dari padanya. Jika dilihat darisifatnya, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajakyang bersifat kebendaan. Artinya, besaran pajakterutang ditentukan dari keadaan objek yaitu bumidan/atau bangunan.
3. Pajak ialah kontribusi wajib yang diberikan oleh setiap wajib pajak baik orang pribadi maupun badan kepada negara yang menurut undang-undang sifatnyamemaksa, tidak mendapatkan imbalan secaralangsung, dan digunakan untuk kepentingan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. PajakBumi dan Bangunan yang dikelola oleh DirektoratJenderal Pajak sejak dikeluarkannya UU PDRD adalah:
PBB Sektor Perkebunan (PER-31/PJ/2014 dan SE-42/PJ/2014);
PBB Sektor Perhutanan (PER-42/PJ/2015 dan SE-05/PJ/2016);
PBB Sektor Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (PER-45/PJ/2013 dan SE64/PJ/2013);
PBB Sektor Pertambangan Mineral atau Batu Bara (PER-47/PJ/2015 dan SE52/PJ/2016);
PBB Sektor Pertambangan untuk PengusahaanPanas Bumi (PER45/PJ/2013 dan SE-64/PJ/2013); dan
PBB Sektor Lainnya (PER-20/PJ/2015 dan SE-33/PJ/2015).
4. Direktorat Jenderal Pajak akan mengirimkanSurat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) kepadawajib pajak PBB yang memiliki objek pajak sub sektorperikanan tangkap dan pembudidayaan ikan. Wajibpajak yang telah menerima SPOP wajib mengisidengan jelas, benar, lengkap dan ditandatangani sertadilampiri dengan dokumen pendukung. Setelah diisi, SPOP tersebut wajib dikembalikan/disampaikan kepadaDirektorat Jenderal Pajak paling lama 30 hari sejakSPOP diterima.
5. Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT) yang telah diterima oleh Wajib Pajak wajib di lunasidalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggalditerima.

       Demikian artikel ini dibuat dengan harapan dapatmemberikan edukasi dan pencerahan kepadamasyakarat berkaitan dengan perpajakan khususnyapajak bumi dan bangunan.

        PAJAK KUAT……….

        INDONESIA MAJUUUUU

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *