BANDUNG | Pelita Online |– Orangtua siswa yang tergabung dalam Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) melakukan aksi protes di DPRD Bandung lanjut ke Balai Kota Bandung, Selasa (30/6/2020). Mereka menilai pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Kota Bandung jalur zonasi tidak transparan dan ada indikasi kecurangan dalam menentukan koordinat tempat tinggal di beberapa sekolah.
Massa yang berjumlah puluhan orang itu mendatangi DPRD Bandung, Jalan Sukabumi. Setelah berorasi di sana dan bertemu dengan sejumlah anggota dewan, mereka bergerak menuju Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana. Di Balai Kota, massa ditemui oleh staf Kesbangpol dan juga Disdik Bandung.
“Intinya, orangtua siswa minta keadilan. Mereka sebenarnya bisa masuk jalur afirmasi dengan jarak yang dekat dan mempunyai kartu pendamping (KIP), tetapi mereka juga terkecoh oleh wali kelas yang mengarahkan siswa afirmasi untuk masuk di jalur zonasi,” kata Ketua FMPP, Illa Setiawati, kepada wartawan di Balai Kota Bandung, Selasa (30/6/2020).
Dia meminta kepada Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung agar lebih transparan dalam menayangkan hasil seleksi jalur afirmasi dan zonasi agar orangtua dan siswa bisa mengambil sikap.
“Jangan ditutup-tutupi karena kita juga butuh transparansi biar mereka para siswa yang tergeser itu tahu karena apa mereka tergeser. Kalau seperti ini, mereka berandai-andai kenapa yang asal sekolahnya paling jauh bisa keterima di sekolah ini. Sementara ada yang lebih berhak untuk sekolah di sini (jarak yang lebih dekat),” imbuhnya.
Dia juga mempertanyakan kuota afirmasi yang masih belum terpenuhi. Menurutnya, Disdik Bandung memiliki peran besar dalam mengakomodir calon siswa untuk mengisi kekosongan tersebut.
“Sekarang kita mempertanyakan jalur afirmasi yang masih kosong ini larinya ke mana. Kenapa tidak siswa yang sudah keliatan bahwa siswa itu korban (tidak lolos) kenapa tidak diakomodir. Toh tidak ribuan hanya beberapa orang dan itu jelas, fakta. Orangtua siswanya sendiri yang mau turun ke lapangan,” kata Illa.
Orangtua juga menyayangkan adanya indikasi kecurangan dalam penetuan zonasi sebelum dan setelah mendaftar.
“Ketika siswa ini mendaftar koordinatnya ini 600 meter. Nah ketika terlempar di laporan koordinatnya itu sampai seribu lebih,” jelasnya.
“Kita survei betul orangtua siswa itu layak dibantu. Seperti kejadian siswa di Neglasari, siswa ini mau masuk ke SMP 19 Bandung. Mau menggunakan jalur afirmasi karena memiliki kartu pendamping (KIS). Tapi diarahkan oleh wali kelas itu jalur zonasi yang pada akhirnya beberapa dari mereka tidak lolos,” tuturnya.
Pihaknya mengaku sudah mengakomodir 30 orang dari SD Sukaluyu, SD Cihaurgeulis, dan beberapa SD lainnya dengan tujuan SMP 35, SMP 19, dan SMP 27.
“Kalau saya pikir tolong masyarakat prasejahtera itu sudah lelah mereka harus bulak-balik ke Disdik. Mereka harus mengeluarkan biaya operasional, tolonglah akomodir karena sudah jelas kartu pendamping, buktinya sudah jelas. Kok harus birokrasi banget, masyarakat ‘kan tidak paham birokrasi tahunya anak bisa sekolah,” harapnya.
Sementara itu, aduan diterima Kesbangpol dan Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Bandung. Pihaknya mengajukan solusi agar orangtua yang merasa dirugikan membuat surat aduan terkait dan mengirimkan ke Dinas Pendidikan secara resmi (harie)