GARUT | Pelita Online| Pemerintah mulai mengembangkan jenis tanaman macadamia yang sudah mulai ditanam di Desa Sukakarya, Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut. Hal itu sebagai salah satu corrective action dalam rehabilitasi hutan dan lahan tahun 2019, yang tidak kalah menariknya nilai ekonomis dari tanaman ini tinggi, nilainya jauh di atas sayur-mayur.
Pencanangan pengembangan tanaman macadamia dipimpin langsung Direktur Perbenihan Tanaman Hutan, Direktorat Jenderal (Dirjen) Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (PDASHL), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen-LHK), Republik Indonesia (RI), Ir. Mintarjo, MMA.
Dirjen PDASHL Kemen LHK mengatakan tahun 2019 ini, Dirjen PDASHL telah mendatangkan, bibit macadamia dari Australia sebanyak 1 juta batang/pohon, termasuk juga bibit macadamia yang telah dikembangkan di BPDASHL Cimanuk-Citanduy, sebanyak 50 ribu batang/pohon.
“Di wilayah Jabar akan disediakan sebanyak 250ribu bibit macadamia. Sebanyak 50 ribu disediakan BPDASHL Cimanuk-Citanduy, dan 200ribu dari BPDASHL Citarum-Ciliwung,” ujar Mintarjo di lokasi tanam Desa Sukakarya, Samarang, Garut, Selasa, (10/12/2019).
Dijelaskan Mintarjo, setiap masuk musim penghujan, masyarakat senang, karena hujan merupakan berkah. Karena dengan air hujan akan tumbuh berbagai tanaman yang bermanfaat bagi semua mahluk hidup.
“Tetapi kita juga ada kecemasan dan kekhawatiran ketika musim hujan, pada tempat-tempat tertentu rawan terjadi bencana alam berupa banjir dan tanah longsor,” katanya.
Semua ini bisa terjadi, tidak lain dikarenakan, hutan Indonesia yang semula perawan –jadi pengikat air saat hujan turun, telah habis dibabat masyarakat khususnya petani tanaman sayur-mayur.
“Petani, tidak lagi menanam sayur di lahan datar, tetapi telah naik ke atas gunung. Itu makanya banyak terjadi tanah longsor,” ucapnya.
Upaya untuk mengajak petani turun gunung, dan menanam sayur mayur di tanah datar telah berulang kali disosialisasikan, tetapi mereka tetap saja membandal
Mereka bukannya tidak peduli, tetapi mereka butuh kehidupan, jadi mereka tetap nekat mengganti hutan yang jadi pengikat air –dan penjaga paru-paru dunia, lalu mengubahnya menjadi lahan pertanian sayur mayur.
Padahal alam Jawa Barat memiliki karakteristik tersendiri, dengan ketinggian mencapai 1.300 dari permukaan laut (dpl), sehingga memiliki daya hujan yang cukup tinggi, ditambah lagi dengan karakteristik biofisik alamnya. Dengan kemiringan yang relatif terjal, itu artinya daya gratifikasi relatif besar.
“Sehingga, ketika terjadi hujan dan lahan sudah terbuka maka tanah relatif tergerus, dan longsor/ erosi, mengalir ke sungai terjadilah sedimentasi/ pendangkalan aliran sungai,” kata dia.
Atas dari itulah, pemerintah terus berusaha mencari terobosan-terobosan baru, alam terjaga dan petani juga senang. Sampai akhirnya ditemukan sebuah tanaman yang punya nilai ekonomis tinggi sebagai pengganti tanaman sayur mayur.
Tanaman macadamia dan alpokat adalah solusinya. Macadamia, berasal dari Hawai dan Australia, sementara Alpukat dari Amerika Latin, keduanya cocok ditanam di lahan yang memiliki ketinggian di atas 800 dpl, dangan temperatur 14 sampai 32 drajat cilcius.
“Ditambah lagi lahan di Jabar relatif subur. Maka kita yakin, Macadamia dan Alpukat dapat tumbuh subur di Jabar,” paparnya.
Di negara asalnya, kata Mintarjo, macadamia berbuah sekali dalam setahun, yaitu pada bulan Maret. Namun di Indonesia macadamia, dapat berbuah sepanjang tahun.
“Karena sinar matahari ada sepanjang hari, dan curah hujan cukup tinggi,” jelasnya.
Yang tidak kalah pentingnya, Macadamia dan Alpukat memiliki nilai ekonomi sangat tinggi. Macadamia dalam satu pohon diumur produktif, bisa menghasilkan biji kacang macadamia sebanyak 20 sampai 25 kg –kacang yang masih ada tempurungnya itu harga jualnya mencapai Rp60.000/kg.
“Jadi dalam satu pohon bisa menghasilkan uang sebesar 1,2 juta rupiah sampai 1,5 juta rupiah,” kata dia.
Kalau dalam satu hektar ditanami sebanyak 400 pohon macadamia, jelas Mintarjo, berarti dalam satu hektar lahan bisa menghasilkan uang Rp400 juta hingga Rp800 juta/ha/tahun.
Hal ini tentunya lebih baik dari penghasilan bila petani menanam sayuran. “Kalau bapak-ibu menamam sayur-sayuran, dalam 1 hektar dapat panen dalam setahun dapat tiga kali dengan penghasilan sekitar 180 juta/tahun. Tetapi biayanya relatif tinggi juga, baik untuk tenaga, pupuk obat tanaman,” tegasnya.
Selain itu, tanaman Macadamia dan Alpukat dipupuk setahun sekali dengan pupuk organik (kandang atau kompos), tetapi kalau sayur mayur pasti membutuhkan pestisida (Organik/ non organik), sehingga terjadi pencemaran lingkungan.
Sedangkan dari sisi lingkungan, dengan menanam sayuran berarti kita semakin menambah keterbukaan lahan, dan kerapkali diolah dengan kemeringan relatif ekstrim, berarti bisa dibayangkan resiko erosinya sangat besar. Sehingga cukup wajar Sungai Cimanuk sangat cepat terjadi pendangkalan.
Tapi ketika tanam macadamia atau alpukat, tajuk atau rimbun daun dari macadamia atau alpukat, akan rindang sepanjang tahun. Selain itu, tajuk dapat memecahkan energi hujan, menutupi permukaan tanah dari gempuran curah hujan, sehingga pelan-pelan air hujan dapat masuk kedalam
tanah. Dengan demikian longsor bisa dicegah, erosi bisa dikendalikan.
“Bila lahan-lahan kritis di Garut sudah ditanami macadamia. Mudahan tahun ini di Garut tidak terjadi lagi bencana alam banjir dan tanah longsor, seperti yang terjadi pada tahun 2016 lalu,” harapnya.
Oleh karena itu, mari bersama-sama, melakukan perubahan dengan budidaya pertanian berkelanjutan dengan pola ramah lingkungan yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan disekitar kita.
Sementara itu, Kepala BPDASHL Cimanuk-Citanduy, Rukma mengatakan pelaksanaan launching Penanaman Pohon Macadamia di Desa Sukakarya Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut melibatkan kelompok tani inti sebanyak 20 orang.
“Selanjutkan akan dikembangkan pada areal terdampak seperti di lokasi percontohan ini, sehingga diharapkan pada masa mendatang, hal-hal yang baik pada penanaman macadamia, usaha perikanan maupun ternak, bisa dikembangkan di tempat lain atau di desa-desa lain diseluruh Kecamatan Samarang.
Rukma juga mengatakan BPDASHL Cimanuk-Citanduy sudah membuat peta tebaran bibit macadamia, yang paling utama di Kab Garut, Sumedang, Majalengka dan Tasikmalaya.
Untuk di Garut khususnya di Kecamatan Samarang, BPDASHL Cimanuk-Citanduy menciptakan Model Pelestarian Sumber Daya Alam, artinya masyarakat terlibat langsung dalam melestarikan alam dengan cara menanam tanaman tahunan macadamia disamping itu, masyarakat juga dapat menanam tanaman sebagai makanan ternak dan memperkuat teras, disamping ada teknik konservasi.
Sehingga pengelolaan lahan akan lebih intensif dalam arti berwawasan lingkungan dengan mengurangi laju erosi dan sedimentasi sungai-sungai terutama di hulu DAS Cimanuk ini. Mengingat karekteristik hulu sungai Cimanuk rawan longsor. Maka usaha tani berwawasan lingkungan berkelanjutan harus digalakkan terus, sehingga teknik konservasi menjadi utama.
“Artinya kalau membuka lahan mustinya harus memperkuat teras dan menambah perkuat teras-terasnya sehingga tidak terjadi longsor,” pungkas dia. (adv)