DPRD Bersama Pemprov Jabar Susun Raperda Perlindungan Pekerja Migran Asal Jabar

BANDUNG | Pelita Online | Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Barat (DPRD Jabar) melalui Panitia Khusus (Pansus) VI bersama organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dan pemangku kepentingan tengah mengkaji dan menyusun Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Pekerja Migran asal Jawa Barat.

Tujuan dibuatnya Raperda Perlindungan Pekerja Migran asal Jabar ini untuk memberikan perlindungan, kesehatan dan keamanan, sehingga dapat memperkuat pekerja migran asal Jabar. Hal ini sebagaimana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia No 18 tahun 2017 tentang Pelindungan Pekerja Migran Indonesia sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Jadi Raperda ini setelah menjadi Perda sebagai payung hukum/ regulasi baik bagi Pemerintah maupun pemangku kepentingan/ calon pekerja migran, Forum Purna Migran dan PJTKI (Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia). Adapun perlindungan pekerja migran dilakakukan baik sebelum bekerja, selama bekerja maupun setelah/pasca bekerja.

Anggota Pansus VI DPRD Jabar, Johan J Anwari mengatakan, salah satu tujuan yang cukup krusial dibuatnya Raperda Perlindungan Pekerja Migram asal Jabar ini, untuk mengurangi permasalahan klasik yang sering menimpa para pekerja migran Indonesia (PMI).

Ada beberapa persalahan yang sering menimpa PMI, diantaranya adanya keterbatasan wawasan dan ketrampilan; penempatan ilegal, hingga praktik percaloan yang masih marak menimpa calon PMI. Untuk itulah, eksekutif dan legislatif Jabar sepakat untuk merancang Perda Perlindung Pekerja Migran, kata Johan kepada media di Bandung, (11/6-2020).

Provinsi Jabar terkenal sebagai sebagai provinsi dengan jumlah pengiriman tenaga kerja keluar negeri yang cukup besar, terutama perempuan pekerja migran yang mayoritas bekerja sebagai pekerja rumah tangga (PRT).

Untuk itu, dengan adanya payung hukum Perda, tentunya kita berharap perlindungan buruh migran di Jabar diperkuat, terutamanya perlindungan perempuan pekerja migran dengan tidak hanya melihat atau mementingkan aspek penempatan dan tata niaga dari pada aspek perlindungannya, ujarnya.

Lebih lanjut Johan mengatakan, keberadaan perempuan pekerja migran, jangan dipandang sebagai komoditas untuk diperdagangkan, dan tidak dianggap haknya sebagai manusia, sebagai perempuan maupun sebagai pekerja. Situasi terhadap mereka masih kerap ditemukan adanya yang mengalami kekerasan dan pelanggaran hak.

Ditambahkannya, Raperda perlindungan pekerja migran yang tengah digodok oleh Pansus VI didorong supaya benar-benar komprehensif, profesional yang outputnya benar-benar menjadi regulasi untuk melindungi para buruh migran.

Selain itu, diharapkan juga, kehadiran Perda ini bisa lebih meningkatan kompetensi, produktivitas para calon buruh migran dimana para buruh migran kedapan bisa mengisi ruang kerja yang lebih profesional bukan banyak mengisi buru migran rumah tangga.

Lebih lanjut Johan mengatakan, dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memuat pembagian urusan pemerintahan bidang tenaga kerja subbidang penempatan tenaga kerja,Pemerintah Daerah Provinsi memiliki kewenangan untuk memberikan perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri (pra hingga purna penempatan) di Daerah provinsi.

Raperda yang disusun ini juga akan memuat muatan lokal dalam Perlindungan PMI asal Jawa Barat, sehingga dapat menjawab, melindungi dan mensejahterakan para pekerja migran asal Jabar, pungkasnya. (uci)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *