BANDUNG BARAT, PelitaOnline – Sambal merupakan makanan pelengkap yang memberikan rasa nikmat pada penyukanya. Apalagi sambal terasi pedas, menjadi favorit hampir semua kalangan.
Ibu-ibu rumah tangga dulu, membuat sambal digerus di cobek (orang Sunda menyebutnya coet) dengan menggunakan ulekan (mutu) batu. Hingga sekarangpun coet dan mutu, menjadi perabotan dapur yang masih digunakan untuk membuat sambal atau bumbu masakan lainnya.
“Rasanya emang beda, kalau sambal atau bumbu yang digerus sama coet dan mutu dengan diblender. Lebih nikmat begitu,” ucap Lenny (42) ibu rumah tangga dari Batujajar.
Masih diminatinya perabotan rumah tangga yang tergolong tradisional ini, menjadi peluang usaha bagi warga sekitar Padalarang dan Cipatat Kabupaten Bandung Barat (KBB). Produk-produk cobek warga tersebut hampir memenuhi pasar tradisional dan bahkan tembus pasar modern.
Seiring dengan perkembangan zaman, produksi cobek dan uleukan ini divariasikan dengan berbagai karakter. Yuli (35) dan Ius Rustiawan (37) suami istri yang berhasil memproduksi cobek berkarakter.
“Ada coet yang berbentuk hati, ada yang berbentuk doraemon dan bentuk-bentuk lainnya yang lucu-lucu,” terang Yuli, saat jaga stand pameran IKM dan UMKM KBB, Kamis (20/6/2019) di sekitar Komplek Perkantoran KBB-Ngamprah.
Ia membuat cobek berkarakter tersebut sejak dua tahun lalu. Mulanya hanya sekedar iseng saja, namun karena banyak pesanan akhirnya berkelanjutan hingga sekarang.
“Tadinya sih, cuma seru-seruan saja supaya lebih menarik tampilannya. Tapi ternyata banyak juga peminatnya, kita produksi juga lebih banyak,” ujarnya.
Untuk memproduksi cobek berkrakter, memakan waktu yang cukup lama dibanding cobek biasa (berbentuk bulat). Selain dipahat yang memerlukan keahlian tukangnya, prosesnya dibantu dengan menggunakan peralatan mesin. Hingga kini, ia dibantu 30 orang karyawan untuk mengerjakan berbagai pesanan. Omzetnya sendiri cukup lumayan. Setiap minggu bisa menghasilkan Rp30 juta.
Mengingat proses produksinya lama dan memerlukan keahlian, maka harga cobek berkarakter lebih mahal dari cobek biasa. “Kalau harga sih variatif. Ada yang Rp75 ribu, Rp125 ribu atau Rp250. Tergantung besar kecilnya barang,” jelasnya. (Nie)